Senin, 04 Januari 2010

ETIKA PROFESI PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

ETIKA PROFESI PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2008
1. KONSEP DASAR
Etika adalah pedoman dalam bersikap dan berperilaku yang didalamnya berisi garis besar nilai moral dan norma yang mencerminkan masyarakat kampus yang ilmiah, edukatif, kreatif, santun dan bermartabat.
P embentukan sikap, kepribadian, moral, dan karakter sosok seorang guru/pendidik harus dimulai sejak mahasiswa calon guru/pendidik memasuki dunia pendidikan tenaga kependidikan (LPTK).
2. Etika: UMUM
Memiliki sikap jujur, optimis, kreatif, rasional, mampu berfikir kritis, rendah hati, demokratis, sopan, mengutamakan kejujuran akademik, menghargai waktu, dan terbuka terhadap perkembangan ipteks
Mampu merancang, melaksanakan, dan menyelesaikan studi dengan baik.
Mampu menciptakan kehidupan kampus yang aman, nyaman, bersih, tertib, dan kondusif
Mampu bertanggungjawab secara moral, spiritual, dan sosial untuk mengamalkan ipteks
3. Etika: KHUSUS
Berpakaian rapi, bersih, sopan, serasi sesuai dengan konteks keperluan
Bergaul, bertegur sapa, dan bertutur kata dengan sopan, wajar, simpatik, edukatif, bermakna sesuai dengan norma moral yang berlaku
Mengembangkan iklim penciptaan karya ipteks yang mencerminkan kejernihan hati nurani, bernuansa pengabdian pada Tuhan YME, dan mendorong pada kualitas hidup kemanusiaan.
4. ETIKA PROFESI
memiliki kepribadian yang tangguh yang bercirikan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri.
memiliki wawasan kependidikan, psikologi, budaya peserta didik dan lingkungan.
mampu melaksanakan praktik bimbingan dan konseling secara professional.
mampu memecahkan berbagai persoalan yang menyangkut bimbingan konseling.
mampu mengembangkan dan mempraktekkan kerja sama dalam bidangnya dengan pihak terkait.
memiliki wawasan psiko-sosial kependidikan dan kemampuan memberdayakan warga belajar dalam konteks lingkungannya.
memiliki pengetahuan tentang hakikat, tujuan, prinsip evaluasi pendidikan.
5. ETIKA PROFESI
mampu menerapkan fungsi manajemen dan kepemimpinan pendidikan dalam berbagai konteks.
memiliki wawasan tentang filosofi, strategi dan prosedur pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum untuk berbagai konteks.
memiliki wawasan yang luas tentang teknologi pembelajaran.
mampu menerapkan berbagai prinsip teknologi pembelajaran dalam berbagai konteks.
mampu memecahkan masalah pendidikan melalui teknologi pembelajaran.

Peran Guru dalam proses pendidikan

Efektivitas dan efisien belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :
Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan;
Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;
Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;
Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik;
Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).
Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :
Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).;
Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems).
Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, Abin Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching).
Di lain pihak, Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent).
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis.
Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai :
Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;
Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan;
Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya;
Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin;
Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik;
Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan
Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai :
Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat;
Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;
Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah;
model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara peserta didik; dan
Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.
Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai :
Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik;
seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan;
Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan;
Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan
Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.

TUGAS DAN FUNGSI SUPERVISI PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN
Pendidikan pada hakekatnya adalah sebuah transformasi yang mengubah input menjadi output. Untuk menjadi output, dalam transformasi tersebut diperlukan suatu proses yang berlangsung secara benar, terjaga serta sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Pada pendidikan, untuk menjamin terjadinya proses yang benar tersebut, diperlukan pengawasan (supervisi). Supervisi ini dilakukan dalam rangka menjamin kualitas (quality assurance) agar sesuai dengan tujuan pendidikan. Pada makalah ini akan dibahas tentang tugas dan fungsi supervisi pendidikan.


II. PEMBAHASAN
A. Tugas Supervisi Pendidikan.
Seorang supervisior dapat dilihat dari tugas yang dikerjakannya. Seorang pemimpin pendidikan yang berfungsi sebagai supervisor tampak jelas perannya. Sesuai dengan pengertian hakiki supervisi, maka supervisi berperan atau bertugas memberi support (supporting), membantu (assisting) dan mengikutsertakan (sharing).
Selain itu, seorang supervisior bertugas sebagai:
- Koordinator.
- Konsultan.
- Pemimpin Kelompok.
- Evaluator .
Tugas lain bagi seorang supervisi atau pengawas akademik, yakni mencakup hal-hal berikut:
1. Mengupayakan agar guru lebih bersungguh-sungguh dan bekerja lebih keras serta bersemangat dalam mengajar.
2. Mengupayakan agar sistem pengajaran ditata sedemikian rupa sehingga berlaku prinsip belajar tuntas, yaitu guru harus berupaya agar murid benar-benar menguasai apa yang telah diajarkan dan tidak begitu saja melanjutkan pengajaran ke tingkat yang lebih tinggi jika murid Belum tuntas penguasaannya.
3. Memberikan tekanan (pressure) terhadap guru untuk mencapai tujuan pengajarannya, dengan disertai bantuan (support) yang memadai bagi keberhasilan tugasnya.
4. Membuat kesepakatan dengan guru maupun dengan sekolah mengenai jenis dan tingkatan dari target output yang harus mereka capai sehubungan dengan keberhasilan pengajaran.
5. Secara berkala melakukan pemantauan dan penilaian (assessment) terhdap keberhasilan (efektifitas) mengajar guru, khususnya dalam kaitannya dengan kesepakatan yang dibuat pada butir (4) di atas.
6. Membuat persiapan dan perencanaan kerja dalam rangka pelaksanaan butir-butir di atas, menyusun dokumentasi dan laporan bagi setiap kegiatan, serta mengembangkan sistem pengelolaan data hasil pengawasan.
7. Melakukan koordinasi serta membuat kesepakatan-kesepakatan yang diperlukan dengan kepala sekolah, khususnya dalam hal yang berkenaan dengan pemantauan dan pengendalian efektifitas pengajaran serta hal yang berkenaan dengan akreditas sekolah yang bersangkutan.


B. Fungsi Supervisi.
Secara umum fungsi supervisi adalah perbaikan pengajaran. Berikut ini berbagai pendapat para tentang fungsi supervisi, di antaranya adalah:
• Ayer, Fred E, menganggap fungsi supervisi untuk memelihara program pengajaran yang ada sebaik-baiknya sehingga ada perbaikan.
• Franseth Jane, menyatakan bahwa fungsi supervisi memberi bantuan terhadap program pendidikan melalui bermacam-macam cara sehingga kualitas kehidupan akan diperbaiki.
• W.H. Burton dan Leo J. Bruckner menjelaskan bahwa fungsi utama dari supervisi modern ialah menilai dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi hal belajar.
• Kimball Wiles, mengatakan bahwa fungsi supervisi ialah memperbaiki situasi belajar anak-anak.
Usaha perbaikan merupakan proses yang kontinyu sesuai dengan perubahan masyarakat. Masyarakat selalu mengalami perubahan. Perubahan masyarakat membawa pula konsekuensi dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Suatu penemuan baru mengakibatkan timbulnya dimensi-dimensi dan persepektif baru dalam bidang ilmu penegetahuan.
Makin jauh pembahasan tentang supervisi makin nampak bahwa kunci supervisi bukan hanya membicarakan perbaikan itu sendiri, melainkan supervisi yang diberikan kepada guru-guru, menurut T.H. Briggs juga merupakan alat untuk mengkoordinasi, menstimulasi dan mengarahkan pertumbuhan guru-guru.
Dalam suatu analisa fungsi supervisi yang diberikan oleh swearingen, terdapat 8 fungsi supervisi, yakni:
1. Mengkoordinasi Semua Usaha Sekolah.
Koordinasi yang baik diperlukan terhadap semua usaha sekolah untuk mengikuti perkembangan sekolah yang makin bertambah luas dan usaha-usaha sekolah yang makin menyebar, diantaranya:
- Usaha tiap guru.
- Usaha-usaha sekolah.
- Usaha-usaha pertumbuhan jabatan.
2. Memperlengkapi Kepemimpinan Sekolah.
Yakni, melatih dan memperlengkapi guru-guru agar mereka memiliki ketrampilan dan kepemimpinan dalam kepemimpinan sekolah.
3. Memperluas Pengalaman.
Yakni, memberi pengalaman-pengalaman baru kepada anggota-anggota staff sekolah, sehingga selalu anggota staff makin hari makin bertambah pengalaman dalam hal mengajarnya.
4. Menstimulasi Usaha-Usaha yang Kreatif.
Yakni, kemampuan untuk menstimulir segala daya kreasi baik bagi anak-anak, orang yang dipimpinnya dan bagi dirinya sendiri.
5. Memberikan Fasilitas dan Penilaian yang Kontinyu.
Penilaian terhadap setiap usaha dan program sekolah misalnya, memiliki bahan-bahan pengajaran, buku-buku pengajaran, perpustakaan, cara mengajar, kemajuan murid-muridnya harus bersifat menyeluruh dan kontinyu.
6. Menganalisa Situasi Belajar
Situasi belajar merupakan situasi dimana semua faktor yang memberi kemungkinan bagi guru dalam memberi pengalaman belajar kepada murid untuk mencapai tujuan pendidikan.
7. Memberi Pengetahuan dan Ketrampilan pada Setiap Anggota Staf.
Supervisi berfungsi memberi stimulus dan membantu guru agar mereka memperkembangkan pengetahuan dan ketrampilan dalam belajar.
8. Mengintegrasikan Tujuan dan Pembentukan Kemampuan.
Fungsi supervisi di sini adalah membantu setiap individu, maupun kelompok agar sadar akan nilai-nilai yang akan dicapai itu, memungkinkan penyadaran akan kemampuan diri sendiri.
FungĂ­s supervior (pengawas) oleh karenanya menjadi penting, sebagaimana tertuang dalam Kepmen PAN Nomor 118/1996 yang menyebutkan bahwa pengawas diberikan tanggung jawab dan wewenag penuh untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan pendidikan, penilaian dan pembinaan teknis serta administratif pada satuan pendidikan.

III. KESIMPULAN
Dari uraian yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa seorang supervisor dapat dilihat dari tugas yang dikerjakannya, suatu tugas yang dilaksanakannya memberi status dan fungsi pada seseorang. Dalam fungsinya nampak perananya dan dari peranannya terdapat tugas-tugas yang harus dilaksnakan oleh seorang supervisor pendidikan seperti yang telah diuraikan sebelumnya.

IV. DAFTAR PUSTAKA
A, Hasan, Yusuf, dkk., Pedoman Pengawasan, Jakarta: CV Mekar Jaya, 2002.
A, Sahertian, Piet, Drs, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, Usaha Nasioanal, Surabaya: 1981.
Tim Penyusun Ditjen Baga Islam, Pedoman Pelaksanaan Supervisi Pendidikan Agama, Depag RI Ditjen Baga Islam, Jakarta, 2003.

Instrumen Baru Akreditasi Sekolah

Instrumen Baru Akreditasi Sekolah Ki Sugeng Subagya BABAK baru akreditasi sekolah dimulai. SD, SMP, SMA dan SMK mulai tahun ini diakreditasi dengan instrumen baru. Untuk SMA hal ini untuk tahun kedua. Instrumen baru diharapkan lebih valid, lebih akuntabel dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Perkembangan Akreditasi Sekolah Sejarah akreditasi sekolah di Indonesia mencatat tiga fase perkembangan. Fase pertama terjadi ketika Direktorat Sekolah Swasta melakukan akreditasi terhadap sekolah-sekolah swasta. Fase kedua terjadi ketika Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS) melakukan akreditasi terhadap semua sekolah, baik negeri maupun swasta berdasar 9 (sembilan) komponen penyelenggaraan sekolah. Sedangkan fase ketiga ditandai dengan pelaksanaan akreditasi sekolah oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dengan instrumen yang disusun berdasarkan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP). Fase terakhir sistem akreditasi sekolah merupakan penyempurnaan dan sekaligus jawaban terhadap kritik berbagai pihak atas kelemahan sistem akreditasi sebelumnya. Selama ini sistem akreditasi yang pernah berlaku dianggap sebagai mengabaikan keadilan. Pada fase pertama, akreditasi sekolah yang hanya diperuntukkan bagi sekolah swasta sangat diskriminatif. Terlebih dengan kriteria pemeringkatan sebagai Terdaftar, Diakui dan Disamakan, sekolah swasta dianggap selalu under position. Disamakan sebagi peringkat terbaik hasil akreditasi dipertanyakan pula. Disamakan dengan siapa ? Apakah disamakan dengan sekolah negeri ? Jika demikian, maka sebaik apapun sekolah swasta tidak akan lebih baik dari sekolah negeri. Padahal faktanya, sekolah terbaik di Indonesia adalah sekelompok sekolah swasta, meskipun yang “terjelek” juga sekelompok sekolah swasta. Sistem akreditasi sekolah fase kedua dianggap tidak adil lebih ditujukan kepada sifat instrumennya yang kategorik dan sangat diskrit. Respon instrumen hanya ada dua kemungkinan jawaban, ialah antara “ya” atau “tidak”. Jika “ya” maka diberi skor 1, sedangkan jika “tidak” diberi skor “0”. Sifatnya yang sangat diskrit cenderung mengabaikan sisi rentang kualitatif, kuantitatif dan kefungsian. Taruhlah contoh, sebuah sekolah memiliki bola kaki sebuah. Karena instrumennya berbunyi “Sekolah memiliki sarana olah raga” maka harus diberi skor 1. Pada hal sengguhnya bola kaki yang hanya sebuah tidak dapat menggambarkan kualitas dan kefungsiannya dalam pembelajaran Olahraga. Skor yang sama diberikan kepada sekolah yang sarana olah raganya lengkap dengan Hall dan pusat pelatihan atlet, misalnya. Di sinilah letak ketidakadilan itu. Demikianlah, ketika sistem akreditasi sekolah memasuki fase ketiga, seluruh kekurangan yang terjadi dalam sistem akreditasi sekolah pada fase sebelumnya diperbaiki. Hal ini terkait dengan mulai tumbuhnya kesadaran, bahwa akreditasi bukan hanya sekadar kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah. Lebih dari itu akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan untuk akuntabilitas publik. Mengacu SNP Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 memuat kriteria minimal komponen pendidikan. Inilah yang kemudian dirujuk sebagai Standar Nasional Pendidikan atau SNP. SNP adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia. Oleh karena itu SNP harus dijadikan standar mutu guna memetakan secara utuh profil kualitas sekolah/madrasah. SNP memuat 8 (delapan) standar mutu. Berdasarkan hal itu, instrumen akreditasi sekolah disusun mengacu 8 standar tersebut. Meliputi (1) Standar Isi, (2) Standar Proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan, (4) Standar Pendidik & Tenaga Pendidikan, (5) Standar Sarana & Prasarana, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan, dan (8) Standar Penilaian. Agar lebih valid, respon atas butir instrumen yang kategorik dan sangat diskrit ditinggalkan. Dikembangkan respon non-kategorik (noncategorical response), dalam hal ini adalah tipe peringkat dengan lima opsi jawaban. Penentuan lima opsi jawaban didasarkan atas pertimbangan menghargai perbedaan kinerja satuan atau program pendidikan. Menggunakan instrumen dengan respon non-kategorik yang memiliki lima kemungkinan jawaban diperlukan pedoman sebagai panduan memberikan skor pada setiap opsi jawaban. Untuk itu dibuatlah petunjuk teknis yang merupakan penjelasan tentang pembuktian jawaban atas instrumen, baik berupa dokumen, bukti fisik atau fakta. Salah satu prinsip yang tidak boleh diabaikan adalah validitas instrumen. Validitas instrumen dapat dirunut dari proses penyusunan butir-butirnya. Penjabaran 8 (delapan) SNP dijadikan kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi instrumen diurai ke dalam komponen, kemudian aspek, dan akhirnya sampai indikator. Dan sebagai acuan butirnya adalah aspek, artinya setiap aspek dijabarkan menjadi 1 butir. Dengan intrumen yang validitas dan realibilitasnya terjaga, diharapkan instrumen baru ini memiliki karakteristik dapat mengukur (measurable), tidak menimbulkan banyak penafsiran (non multi-interpretation), merujuk pada aspek (standar) yang jelas (standard reffered), tidak mengintegrasikan banyak aspek (double aspec), dan masing-masing butirnya tidak meniadakan butir yang lain. Disamping itu, satu hal perlu dicatat bahwa asesor sebagai ujung tombak pelaksanaan visitasi di sekolah perlu ditingkatkan kemampuannya. Setidaknya dalam memahami instrumen baru ini asesor harus belajar lebih banyak. Kompetensi asesor diarahkan untuk benar-benar profesional, mandiri, terpercaya, terbuka, dan handal. Akhirnya, instrumen akreditasi sekolah yang baru ini semoga benar-benar menjadi perangkat alat ukur yang terpercaya untuk digunakan menilai kualitas sekolah/madrasah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Penulis adalah Pamong Tamansiswa, Trainer Asesor Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta./h.nur

Administrasi Sarana dan Prasarana Pendidikan

1. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot
yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah.
Adapun, prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan
dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan pelaksanaan
proses pendidikan di sekolah. Sarana pendidikan diklasifikasikan menjadi
tiga macam, yaitu (1) habis tidaknya dipakai; (2) bergerak tidaknya pada
saat digunakan; (3) hubungannya dengan proses belajar mengajar.
Dilihat dari habis tidaknya dipakai, ada dua macam sarana pendidikan,
yaitu sarana pendidikan yang habis dipakai dan sarana pendidikan tahan
lama.
a. Sarana pendidikan yang habis dipakai adalah segala bahan atau alat
yang apabila digunakan bisa habis dalam waktu yang relatif singkat.
Contoh, kapur tulis, beberapa bahan kimia untuk praktik guru dan
siswa, dsb.
Selain itu, ada sarana pendidikan yang berubah bentuk, misalnya
kayu, besi, dan kertas karton yang sering digunakan oleh guru dalam
mengajar.
Contoh: pita mesin ketik/komputer, , bola lampu, dan kertas.
b. Sarana pendidikan tahan lama
Sarana pendidikan tahan lama adalah keseluruhan bahan atau alat
yang dapat digunakan secara terus menerus dan dalam waktu yang
relatif lama.
Contoh, bangku sekolah, mesin tulis, atlas, globe, dan beberapa
peralatan olah raga.
6
Ditinjau dari bergerak tidaknya pada saat digunakan, ada dua macam
sarana pendidikan, yaitu sarana pendidikan yang bergerak dan sarana
pendidikan tidak bergerak.
a. Sarana pendidikan yang bergerak
Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana pendidikan yang bisa
digerakkan atau dipindah sesuai dengan kebutuhan pemakainya,
contohnya: almari arsip sekolah, bangku sekolah, dsb.
b. Sarana pendidikan yang tidak, adalah semua sarana pendidikan yang
tidak bisa atau relatif sangat sulit untuk dipindahkan, misalnya
saluran dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Ditinjau dari hubungannya dengan Proses Belajar Mengajar, Sarana
Pendidikan dibedakan menjadi 3 macam bila ditinjau dari hubungannya
dengan proses belajar mengajar, yaitu: alat pelajaran, alat peraga, dan
media pengajaran.
a. Alat pelajaran
Alat pelajaran adalah alat yang digunakan secara langsung dalam
proses belajar mengajar, misalnya buku, alat peraga, alat tulis, dan
alat praktik.
b. Alat peraga
Alat peraga adalah alat pembantu pendidikan dan pengajaran, dapat
berupa perbuatan-perbuatan atau benda-benda yang mudah memberi
pengertian kepada anak didik berturut-turut dari yang abstrak sampai
dengan yang konkret.
c. Media pengajaran adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai
perantara dalam proses belajar mengajar, untuk lebih mempertinggi
efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan. Ada tiga
jenis media, yaitu media audio, media visual, dan media audio
visual.
7
2. Prasarana
Adapun prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua
macam, yaitu:
a. Prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses
belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang
praktik keterampilan, dan ruang laboratorium.
b. Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses
belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya
proses belajar mengajar, misalnya ruang kantor, kantin sekolah,
tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang usaha kesehatan
sekolah, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir
kendaraan.
Proses administrasi sarana prasarna meliputi 5 hal, yaitu: (1)
penentuan kebutuhan, (2) pengadaan, (3) pemakaian, (4) pengurusan
dan pencatatan, (5) pertanggungjawaban. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan gambar berikut.
Gambar 2.2. Proses Administrasi Sarana dan Prasarana
Penentuan Kebutuhan
Pertanggungjawaban Pengadaan
Pengurusan dan
Pencataan
Penggunaan dan
Pemeliharaan
8
3. Penentuan Kebutuhan
Melaksanakan analisis kebutuhan, analisis anggaran, dan penyeleksian
sarana prasarana sebelum mengadakan alat-alat tertentu. Berikut adalah
prosedur analisis kebutuhan berdasarkan kepentingan pendidikan di
sekolah.
a Perencanaan Pengadaan Barang Bergerak
1) Barang yang habis dipakai, direncanakan dengan urrutan
sebagai berikut.
- Menyusun daftar perlengkapan yang disesuaikan dengan
kebutuhan dari rencana kegiatan sekolah.
- Memperkirakan biaya untuk pengadaan barang tersebut
tiap bulan.
- Menyusun rencana pengadaan barang menjadi rencana
triwulan dan kemudian menjadi rencana tahunan.
2) Barang tak habis dipakai, direncanakan dengan urutan sebagai
berikut.
- Menganalisis dan menyusun keperluan sesuai dengan
rencana kegiatan sekolah serta memperhatikan
perlengkapan yang masih ada dan masih dapat dipakai.
- Memperkirakan biaya perlengkapan yang direncanakan
dengan memperhatikan standar yang telah ditentukan.
- Menetapkan skala prioritas menurut dana yang tersedia,
urgensi kebutuhan dan menyusun rencana pengadaan
tahunan.
b Penentuan Kebutuhan Barang Tidak Bergerak
Pengadaan barang tidak bergerak meliputi pengadaan tanah dan
bangunan, direncanakan dengan urutan sebagai berikut.
1) Mengadakan survei tentang keperluan bangunan yang akan
direnovasi dengan maksud untuk memperoleh data mengenai:
fungsi bangunan, struktur organisasi, jumlah pemakai dan
jumlah alat-alat/ perabot yang akan ditempatkan.
2) Mengadakan perhitungan luas bangunan yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan disusun atas dasar data survei.
9
3) Menyusun rencana anggaran biaya yang disesuaikan dengan
harga standar yang berlaku di daerah yang bersangkutan.
4) Menyusun pentahapan rencana anggaran biaya yang disesuaikan
dengan rencana pentahapan pelaksanaan secara teknis, serta
memperkirakan anggaran yang disediakan setiap tahun, dengan
memperhatikan skala prioritas yang telah ditetapkan, sesuai
dengan kebijaksanaan departemen.
c. Perhitungan Kebutuhan Ruang Belajar
Menghitung kebutuhan ruang belajar harus memperhatikan
tambahan jumlah siswa yang diperkirakan akan ditampung pada
tahun yang akan datang. Perkiraan tambahan jumlah siswa
didasarkan pada anak usia sekolah yang akan ditampung dan arus
lulusan yang akan memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi di
tingkat propinsi/ kabupaten. Selain itu, juga perlu memperhatikan
jumlah murid yang keluar dari sekolah baik lulusan, pindahan,
maupun putus sekolah.
Perhitungan kebutuhan ruang belajar/guru tergantung dari jumlah
tambahan siswa, jumlah rata-rata murid untuk setiap rombongan
belajar/kelas, dan efisiensi penggunaan ruang belajar (shift).
Selanjutnya, perhitungan kebutuhan ruang belajar dapat
diformulasikan sebagai berikut.
Jumlah siswa - Jumlah siswa
Kebutuhan yang diperkirakan sekarang
tambahan =
ruang belajar
Jumlah siswa > shift
Rata-rata per kelas
10
4. Pengadaan Sarana Prasarana
Pengadaan sarana prasarana pendidikan merupakan upaya merealisasikan
rencana kebutuhan pengadaan perlengkapan yang telah disusun
sebelumnya, antara lain sebagai berikut.
a Pengadaan buku, alat, dan perabot dilakukan dengan cara membeli,
menerbitkan sendiri, dan menerima bantuan/ hadiah/ hibah.
b Pengadaan bangunan, dapat dilaksanakan dengan cara:
1) membangun bangunan baru;
2) membeli bangunan;
3) menyewa bangunan;
4) menerima hibah bangunan;
5) menukar bangunan;
c Pengadaan tanah, dapat dilakukan dengan cara membeli, menerima
bahan, menerima hak pakai, dan menukar.
5. Penggunaan dan Pemeliharaan
Ada dua prinsip yang harus diperhatikan dalam pemakaian perlengkapan
pendidikan, yaitu prinsip efektivitas dan prinsip efisiensi. Prinsip
efektivitas berarti semua pemakaian perlengkapan pendidikan di sekolah
harus ditujukan semata-mata dalam memperlancar pencapaian tujuan
pendidikan sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun, prinsip efisiensi berti, pemakaian semua perlengkapan
pendidikan secara hemat dan hati-hati sehingga semua perlengjkapan
yang ada tidak mudah habis, rusak, atau hilang.
Pemeliharaan merupakan kegiatan yang terus menerus untuk
mengusahakan agar barang tetap dalam keadaan baik atau siap untuk
dipakai. Menurut kurun waktunya, pemeliharaan dibedakan dalam:
a. pemeliharaan sehari-hari, misalnya: mobil, mesin disel, mesin ketik,
komputer, dsb.
b. pemeliharaan berkala, yaitu: dua bulan sekali, tiga bulan sekali, dsb.
11
6. Pengurusan dan Pencatatan
Semua sarana prasarana harus diinventarisasi secara periodik, artinya
secara teratur dan tertib berdasarkan ketentuan atau pedoman yang
berlaku. Melalui inventarisasi perlengkapan pendidikan diharapkan dapat
tercipta administrasi barang, penghematan keuangan, dan mempermudah
pemeliharaan dan pengawasan. Apabila dalam inventarisasi terdapat
sejumlah perlengkapan yang sudah tidak layak pakai maka perlu
dilakukan penghapusan.
7. Pertanggungjawaban (Pelaporan)
Penggunaan sarana prasarana inventaris sekolah harus
dipertanggungjawabkan dengan jalan membuat laporan penggunaan
barang-barang tersebut yang ditujuakn kepada instansi terkait. Laporan
tersebut sering disebut dengan mutasi barang. Pelaporan dilakukan sekali
dalam setiap triwulan, terkecuali bila di sekolah itu ada barang rutin dan
barang proyek maka pelaporan pun seharusnya dibedakan.
8. Laboratorium
Laboratorium adalah tempat praktik dan menguji suatu hal yang
berkenaan dengan teori yang sedang dipelajari dan atau telah didapat atau
dikuasainya. Di laboratorium orang-orang dapat melakukan pengujian
yang didukung dengan alat-alat uji dan bahan uji. Beberapa macam
laboratorium, seperti : laboratorium bahasa, IPA, IPS, Komputer (IT),
dsb. Agar penggunaan laboratorium dapat tertib dan efektif maka
diperlukan adanya administrasi laboratorium yang antara lain sebagai
berikut.
a. Pengelola
b. Ruang Laboratorium
c. Peralatan dan Bahan Laboratorium
d. Pemeliharaan dan Penempatan
e. Tata tertib dan Keamanan
f. Kegiatan Laboratorium
g. Pelaporan
12
9. Perpustakaan
Perpustakaan merupakan jantungnya sebuah sekolah. Suatu sekolah bisa
berkualitas apabila sekolah tersebut dapat menyediakan, mengelola dan
memanfaatkan perpustakaan secara efektif. Perpustakaan adalah tempat
menyediakan buku-buku bacaan, penunjang, dan referensi lain baik
berbentuk cetak maupun elektronik (books or nonbooks materials) yang
mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Selain itu, perpustakaan juga
merupakan tempat kegiatan siswa belajar (membaca buku atau referensi
lain dan atau memperhati tayangan melalui media pembelajaran lainnya
yang disediakan sehingga membantu keefektifan kegiatan belajar
mengajar. Untuk itu, di sekolah wajib diselenggarakan perpustakaan.
Untuk membantu penyelenggaraan perpustakaan yang efektif maka perlu
diadakan administrasi perpustakaan, yaitu:
a. Pengelola
b. Ruang Perpustakaan
c. Program Kerja
d. Perlengkapan, seperti:
1) Kartu Anggota Perpustakaan
2) Kartu Peminjam
3) Kartu Katalog
4) Katalog Buku/non-buku (media elektronik)
13
Tugas
1. Berikan contoh kurikulum dari hasil binaan pada satu sekolah yang
meliputu : administrasi sarana dan prasarana pendidikan
2. Mampu membina kepala sekolah dalam administrasi sarana dan
prasarana pendidikan
14
Evidence of learning dan Indikatornya
No Kompetensi Indikator Materi Uji Pada
Setiap Aspek
Evidence of
Learning
Pengetahuan tentang
administrasi sarana,
prasarana pendidikan
Konsep tentang
administrasi sarana,
prasarana
pendidikan
memahami secara
subtansi dan teknis dari
administrasi sarana,
prasarana pendidikan
Keterampilan :
Menyusun
administrasi sarana,
prasarana pendidikan
Contoh :
administrasi sarana,
prasarana
pendidikan
Pengetahuan :
Metode pembinaan
administrasi sarana,
prasarana pendidikan
Strategi
prmbinaan
administrasi
sekolah
1. Administrasi
sekolah
Melakukan pembinaan

ANGGARAN PENDIDIKAN APBN 2010 RP195,6 TRILIUN

Pemerintah merencanakan anggaran pendidikan dalam APBN 2010 mencapai Rp195,6 triliun. Pagu indikatif anggaran 2010 tersebut terdiri atas komponen anggaran pendidikan melalui pemerintah pusat Rp82,5 triliun dan transfer ke daerah sebanyak Rp113,1 triliun, kata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, di Jakarta, Rabu (24/6).
Menurut Mendiknas, dari rencana anggaran pendidikan tersebut sekitar 54 persen lebih atau sekitar Rp113,109 triliun diperuntukkan pendukung program wajib belajar sembilan tahun secara gratis. "Rencana anggaran pendidikan 2010 itu mengalami penyusutan dibanding 2009 sebanyak Rp207,4 triliun," katanya.
Dana anggaran melalui transfer daerah, antara lain terbesar dana alokasi umum (DAU) pendidikan untuk membayar gaji guru mencapai Rp93,31 triliun, dana alokasi khusus Rp9,33 triliun, dan dana bagi hasil (DBH) mencapai Rp423,2 miliar.Anggaran tambahan DAU dan dana otonomi khusus pendidikan masing-masing sebesar Rp7,94 triliun dan Rp2,1 triliun. Dana untuk Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) mencapai 57,5 triliun dan Departemen

PENGELOLAAN KURIKULUM SKM/SSN

Pasal 1 butir 19 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum nasional yang bersifat minimal pada dasarnya dapat dimodifikasi untuk melayani kebutuhan siswa yang memiliki kecerdasan dan kemampuan luar biasa. Namun, pada kenyataannya masih terdapat dua kendala yaitu : 1) Sekolah menjalankan kurikulum nasional yang bersifat minimal tanpa mengolah dan memodifikasi kurikulum guna melayani kebutuhan peserta didik tertentu yang berhak memperoleh pendidikan khusus. 2) ketentuan yang ada belum mengakomodir kebutuhan peserta didik yang berhak memperoleh pendidikan khusus.

Dengan demikian SKM/SSN di SMA adalah kurikulum SMA yang disusun berdasarkan SI dan SKL yang berlaku secara nasional, sehingga lulusan SKM/SSN memiliki kualifikasi dan standar kompetensi sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Setiap guru yang mengajar di Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional perlu terlebih dulu melakukan analisis materi pelajaran untuk menentukan sifat materi yang esensial dan kurang. Suatu materi dikatakan memiliki konsep esensial bila memenuhi unsur kreteria berikut ini : (1) Konsep dasar, (2) Konsep yang menjadi dasar untuk konsep berikut, (3) Konsep yang berguna untuk aplikasi, (4) Konsep yang sering muncul pada Ujian Akhir (Munandar, 2001).

Materi pelajaran yang diidentifikasi sebagai konsep-konsep yang esensial diprioritaskan untuk diberikan secara tatap muka, sedangkan materi-materi yang non-esensial, kegiatan pembelajarannya dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan mandiri (Slameto, 1991).

Berdasarkan paparan di atas dapat dikemukakan bahwa kurikulum dan materi pelajaran yang digunakan dalam penyelenggaraan SKM/SSN adalah kurikulum yang disusun satuan pendidikan dengan pengorganisasian materi kurikulum dibuat menjadi materi umum/wajib dan materi khusus/pilihan. Bentuk pengelolaan yang sesuai dengan uraian di atas adalah kurikulum yang disusun menggunakan pendekatan satuan kredit semester.

Pada penerapan SKS, kurikulum dan beban belajar peserta didik dinyatakan dalam satuan kredit semeser (sks). Mata pelajaran dikelompokkan menjadi tiga, yaitu mata pelajaran umum (MPU), mata pelajaran dasar (MPD), dan mata pelajaran pilihan (MPP). MPU harus diambil oleh semua peserta didik sebagai proses pembentukan pribadi yang memiliki akhlak mulia, kepribadian, estetika, jasmani yang sehat, dan jiwa sebagai warganegara yang baik. MPD harus diambil peserta didik sebagai landasan menguasai semua bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

MPP adalah sejumlah mata pelajaran yang disusun menjadi program bidang tertentu yang dipilih sesuai dengan minat, potensi dan kebutuhan serta orientasi bidang studi di perguruan tinggi. Namun, mata pelajaran dari program tertentu boleh juga diambil oleh peserta didik yang telah memilih program lain untuk memperkaya bidang karirnya.

Mengingat kemungkinan bervariasinya mata pelajaran yang dipilih peserta didik maka sekolah perlu menunjuk petugas pengelola data akademik untuk mendata kemajuan belajar setiap peserta didik dan menyimpannya dengan baik yang dapat dibuka kembali setiap diperlukan. Sekolah mengatur jadwal kegiatan pengganti bagi peserta didik yang pernah absen dan mengatur jadwal kegiatan remidial bagi peserta didik yang belum mencapai kompetensi minimal yang ditetapkan.

Sekolah menunjuk guru sebagai petugas pembimbing akademik yang membina peserta didik maksimum 16 orang setiap guru. Guru pembimbing akademik bertugas membantu peserta didik memilih mata pelajaran yang akan diambil pada suatu semester, memilih program jurusan, dan menyelesaikan persoalan akademik secara umum serta menjawab pertanyaan akademik dari orang tua peserta didik yang menjadi binaannya. Peserta didik yang pada suatu semester memiliki indeks prestasi (IP) tinggi maka pada semester berikutnya diberi kesempatan untuk mengambil beban belajar lebih banyak sehingga dapat mencapai kebulatan studi dalam rentang waktu kurang dari enam semester, dan sebaliknya.